A.Batas
Wilayah Negara Indonesia
Batas Wilayah Negara Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara
yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak
berpenghuni, yang menyebar disekitar khatulistiwa,
yang memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT serta terletak di
antara dua benua yaitu
benua Asia dan
benua Australia/Oseania.
Perbatasan Wilayah Darat dan Laut Negara
Indonesia
Batas Darat
Setiap negara berwenang untuk
menetapkan batas terluar wilayahnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan
dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. Di darat, Indonesia berbatasan dengan
Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste. Sedangkan
dilaut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura,
Vietnam, Filipin, Palau,Papua Niugini, Ausralia dan Timor-Leste.
Batas Laut
1. Ordonansi 1939
Wilayah Indonesia terpecah-pecah dengan
kebijakan bahwa laut adalah milik internasional. Laut menjadi pemisah bagi
pulau-pulau di Indonesia. Wilayah Indonesia adalah pulau-pulau serta laut yang
berjarak 3 mil sekeliling pulau.
2. Deklarasi Juanda
1959
Laut teritorial adalah laut di antara pulau
serta laut berjarak 12 mil mengarah ke luar. Kebijakan 3 mil diganti menjadi 12
mil pada kebijakan ini. Indonesia menjadi satu kesatuan yang utuh.
3. UNCLOS (United
Nation Convention on the Law of the Sea)1982
Pada keputusan hukum internasional ini
ditetapkan batas ZEE wilayah Indonesia, yakni 200 mil. Wilayah ini bukan
wilayah teritorial, tetapi Indonesia memiliki kesempatan yang pertama untuk
memanfaatkan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Batas-batas negara Indonesia adalah sebagai berikut, batas wilayah di laut harus
mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea):
Barat :
Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan
dengan Samudera Hindia
Timur :
Pulau Timor berbatasan dengan Timor Leste, pulau Papua/ Irian berbatasan
dengan Papua Nugini
Selatan :
Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama
kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen,
Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara,
Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu,
Masela, dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia dan Samudera
Hindia
Utara :
Pulaunya perbatasan yang sangat banyak dan berbatasan dengan negara
Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Thailand
Perbatasan Indonesia dengan Negara Tetangga
Di kawasan Asia Tenggara, ketidak jelasan
batas antar dua negara dialami oleh beberapa negara yang berbatasan, termasuk
di laut Cina Selatan. Indonesia juga memiliki permasalahan perbatasan dengan
negara-negara lain, terlebih lagi mengingat demikian luasnya wilayah darat dan
perairan. Indonesia memiliki sepuluh negara tetangga yang berbatasan, yakni
Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua Nugini,
Australia, Palau dan Timor Leste.
B.PERJANJIAN DAN PERMASALAHAN
Survei mengenai penetapan Titik Dasar atau
Base Point telah dilaksanakan oleh Dishidros TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995
dengan melakukan Survei Base Point sebanyak 20 kali dalam bentuk survei
hidro-oseanografi. Titik-titik Dasar tersebut kemudian diverifikasi oleh
Bakosurtanal pada tahun 1995-1997.Pada tahun 2002, Pemerintah
RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002, tentang “Daftar
Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia”, di mana di
dalamnya tercantum 183 Titik Dasar perbatasan wilayah RI. Namun demikian,
terlepas dari telah diterbitkannya PP 38 Tahun 2002, telah terjadi
perubahan-perubahan yang tentunya mempengaruhi konstelasi perbatasan RI dengan
negara tetangga seperti Timor Leste pasca referendum dan status Pulau
Sipadan-Ligitan pasca keputusan Mahkamah Internasional.
Di samping itu, patut pula dipertimbangkan untuk
melakukan penge-cekan ulang terhadap pilar-pilar yang dibuat pada saat Survei Base Point yang dilakukan pada sekitar 10 tahun lalu.
Monumentasi ini perlu dilakukan sebagai bukti fisik kegiatan penetapan yang
telah dilakukan serta menjadi referensi bila perlu dilakukan survei kembali di
masa mendatang.
Hingga saat ini terdapat beberapa
permasalahan perbatasan antara Indonesia dengan negara tetangga yang masih
belum diselesaikan secara tuntas. Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya
menyangkut batas fisik yang telah disepakati namun juga menyangkut cara hidup
masyarakat di daerah tersebut, misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan
lain di sekitar wilayah perbatasan.
RI – Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia
dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di
Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas
landas kontinen antara kedua negara (Agreement
Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating
to the delimitation of the continental shelves between the two countries),
tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut
Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan
diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10
Maret 1971. Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat
Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di Selat
Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal ini
mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan
Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor
Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik
Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3
mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di
Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat
Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih dalam proses perundingan.
Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki perundingan batas
laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas
Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus dilakukan
dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE
dan Landas Kontinen.
Sementara pada segmen Selat Malaka bagian
Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi
batas laut teritorial kedua negara.
RI – Thailand
Indonesia dan Thailand telah mengadakan
perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian
tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian
perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan
Laut Andaman.
Selain itu juga telah dilaksanakan perjanjian
batas landas kontinen antara tiga negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia
yang diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini
telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand
yang belum diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.
RI – India
Indonesia dan India telah mengadakan
perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan
telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang meliputi perbatasan
antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan
batas landas kontinen di New Dehli pada tanggal 14 Januari 1977 dan
diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman dan
Samudera Hindia.
Perbatasan tiga negara, Indonesia-India-
Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas landas kontinen di daerah
barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New
Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun
1978. Namun demikian kedua negara belum membuat perjanjian perbatasan ZEE.
RI – Singapura
Perjanjian perbatasan maritim antara
Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan
6 titik koordinat sebagai batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian
diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1973.
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya
perjanjian batas laut teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal
ini akan menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi
wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Si-ngapura
bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia.
Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan
Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia,
Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur,
terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).
RI – Vietnam
Perbatasan Indonesia – Vietnam di Laut China
Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal
26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi
oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian
perbatasan ZEE di Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua negara
terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi (perundingan ke-3).
RI – Philipina
Perundingan RI – Philipina sudah berlangsung
6 kali yang dilaksanakan secara bergantian setiap 3 – 4 bulan sekali.
Dalam perundingan di Manado tahun 2004, Philipina sudah tidak mempermasalahkan
lagi status Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir penentuan garis
batas maritim Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam.
Indonesia menggunakan metode
proportionality dengan memperhitungkan lenght of coastline/ baseline
kedua negara, sedangkan Philipina memakai metode median line. Untuk itu dalam perundingan yang akan
datang kedua negara sepakat membentuk Technical
Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis opsi-opsi yang
akan diambil.
RI – Palau
Perbatasan Indonesia dengan Palau terletak di
sebelah utara Papua. Palau telah menerbitkan peta yang menggambarkan rencana
batas “Zona Perikanan/ZEE” yang diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah
Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan Indonesia yang melanggar
wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena jarak antara Palau
dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas
Kontinen. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29
Februari - 1 Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
RI – Papua New Guinea
Perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea
telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu pada meridian 141 bujur timur, dari
pantai utara sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan antara
Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara Indonesia-Papua New Guinea pada
tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara sampai dengan
Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur timur, mengikuti Sungai Fly dan
batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’ 10” bujur timur sampai pantai
selatan Papua.
Permasalahan yang timbul telah dapat diatasi
yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan lainnya, melalui pertemuan
rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang perlu diselesaikan adalah
batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
RI – Australia
Perjanjian Batas Landas Kontinen antara
Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober 1972 tidak mencakup gap
sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan Landas Kontinen dan ZEE
yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier serta Pulau Christmas
telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 14
Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi. Mengenai batas maritim
antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan yang ditandatangani pada
1969, 1972 dan terakhir 1997.
RI – Timor Leste
Perundingan batas maritim antara Indonesia
dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki
penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas
maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara maka
diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna
membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan sulit disepakati
adalah adanya kantong (enclave)
Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur
Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste.
(Sumber: Mabes TNI AL).
KESIMPULAN
Dengan
letaknya yang strategis tentu Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dengan
keindahan alam serta letaknya yang sangat strategis ,namun dengan banyaknya
perbatasan-perbatasan dengan negara tetangga hal tersebut tentu memiliki banyak
permasalahan tetapi sebagai negara yang terhormat maka seharusnya kita mampu melindungi
segenap tumpah darah dan seluruh wilayah indonesia.
sumber